mencari

Rabu, 27 Oktober 2010

Mengenang Massa SD

Hitungan bila(bambu) dengan computer
Karya: Tri Hardiansyah

Kabut pagi masih belum pergi dari cela-cela pagi, suara yang sunyi telah berganti menjadi suara yang berisik, drang-dring sepeda telah memecah kesunyian dengan berpakain seperti anak sekolah orang-orang lewat satu persatu membuat kehidupan seperti bertambah maju, hanya jalan yang merah yang menjadi saksi cerita kehidupan ini.
Hari itu hari Rabu hari yang sangat menakutkan bagiku semua pelajaran yang membuatku takut bertumpuk menjadi satu ada Matematika, seni dll. Tapi semua itu ku tepis dengan santai menatap mata guru yang berkilau semangat mengajar murud-muridnya,
“Assalam mualaikum” guru yang biasa di kenal murid-muridnya bengis (ditakuti muridnya) masuk kekelas.
“Walaikum salam” kami murid yang masih kelihatan polos menjawab salam tersebut.
Tak lama kemudian kami di suruh mengeluarkan lidi(bambu) yang sudah di kecili untuk berhitung, satu persatu lidi telah di keluarkan teman-teman dari tas yang berbeda, saat itu badan ku kaku, mata ku merah, keringat bertetesan membasahi wajah ku, diriku tidak tahu mengapa ini terus terjadi jika aku bertemu dengan pelajaran yang ku takuti.
“Ayo keluar dulu” guru ku memberi isyarat agar muridnya keluar kelas
Kami pu keluar dengan saling mendahului satu persatu hingga tali sepatu ku yang lepas di injak oleh teman ku menyebabkan diriku terjatuh, ku bangkit dan berlari berbaris di berlakang teman-teman yang sudah berbaris bagaikan kereta api yang mau berangakat.
Teman-teman maju menghadap guru yang berada di depan kami satu persatu lidi di perikasanya hatiku bergetar kencang bagaikan gendrang mau perang karena lidi ku tidak mencukupi 100 lidi dan sampailah giliran ku untuk di periksa lidinya
“kamu tidak boleh masuk kelas” katanya kepadaku
Ku duduk melihat teman yang sudah masuk kelas, ku berpikir bagaiman agar diriku bisa masuk kelas dan belajaran berhitung akhirnya ku ambil ranting-ranting pohon karet untuk melengkapi lidiku dank u di perbolehkan masuk kelas semua teman ku tertawa terbahak-bahak melihat diriku membawa ranting-ranting bagaikan tukang kayu bakar.
Pelajaran tambah dan pengurangan telah sedikit ku kuasai tetapi hatiku sedih mendengar penuturan ponakkan ku katanya kami telah beljar computer, ku sedih banget, medengarnya aja aku baru kali ini apalagi mau memegangnya itulah di benakku, mengapa desa yang begitu sumberdaya alamnya yang baik tidak mendapatkan perhatian terhadap pemerintah setempat hanya dinding-dinding kayu yang menemani kami belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar